Senin, 18 Mei 2009

Makalah - Zat Adiktif







ZAT ADIKTIF


Masalah penatalaksanaan ketergantungan zat adiktif hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan permasalahan yang lebih besar, yaitu penanggulangan atau pencegahan penyalahgunaan zat adiktif. Namun agar pengobatan ketergantungan zat adiktif dapat dilaksanakan yang mengarah kepada mendukung ikhtiar memperkecil masalah penyalahgunaannya, kita harus memahami terlebih dahulu jangkauan atau cakupan permasalahannya secara keseluruhan. Kemudian kita dapat memahami dimana harus berperan, bukan dalam arti memanfaatkan situasi untuk kepentingan pribadi atau kelompok, melainkan dalam upaya menolong para korban pengguna zat adktif itu. Tanpa memahami kepentingan menyeluruh dari aspek pencegahan. Kita dapat terlibat dalam lingkaran yang merupakan bagian dari permasalahan itu sendiri. Dalam kontek keseluruhan, kita dapat justru memberatkan masyarakat. Mungkin dalam penanganan kasus individual, hal tersebut dapat memberi hasil (walaupun terbatas). Seringkali terjadi bahwa dalam ikhtiar pengobatan ata rehabilitasi tidak dikemukaan data sebenarnya, melainkan hanya data keberhasilan yang dipapakan.

Penyalahgunaan zat adiktif lebih merupakan masalah sosial. Pencegahannya harus ditangani secara terpadu, khususnya antara aspek tatanan kehidupan sosial, hukum dan penegakannya, administrasi dan pengawasan obat, pendidikan, serta terapi dan rehabilitasi ‘korban’ ketergantungan zat adiktif tersebut. Dengan demikian aspek terapi dan rehabilitasi sebenarnya, sekali lagi, hanya merupakan sebagian kecil dari keseluruhan ikhtiar penanggulangan, meskipun saat ini merupakan hal yang ramai dipermasalahkan.

Ketergantungan zat adiktif adalah penyakit yang dibuat oleh manusia sendiri. Terapi dan rehabilitasinya bergantung kepada manusia itu sendiri pula. Berbeda dengan masalah penanggulangan masalah zat adiktif yang lebih merupakan masalah sosial, masalah penanganan ‘pasien” ketergantungan zat merupakan masalah medikososial. Dengan demikian penanganan tersebut pun bergantung kepada aspek bio-psiko-sosial, memerlukan pendekatan menyeluruh yang didukung oleh suatu tim yang terdiri atas berbagai cabang ilmu kedokteran.

Zat Psikoaktif (Zat Adiktif)
Zat psikoaktif ialah zat atau bahan yang apabila masuk ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh, terutama susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan perubahan aktivitas mental-emosional dan perilaku. Apabila digunakan terus menerus akan menimbulkan ketergantungan (oleh karena itu disebut juga sebagai zat adiktif).

Walaupun zat psikoaktif tertentu bermanfaat bagi pengobatan, tetapi apabila disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan, akan sangat merugikan yang menggunakan. Kerugian juga akan dialami keluarga dan masyarakat bahkan dapat menimbulkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa, yang pada akhirnya dapat melemahkan ketahanan nasional. Untuk mencegah dan menanggulangi hal tersebut, penggunaan dan peredaran zat adiktif diatur dalam Undang-Undang, yaitu UU No. 22 tahun 1997 tentang narkotika, dan UU No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika.

Menurut UU RI No.22/1997 tentang narkotika, yang dimaksud dengan narkotika ialah zat atau obat, baik yang berasal dari tanaman maupun bukan tanaman, baik sintetik maupun semi sintetik, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan dan kecanduan. Tiga golongan zat yang termasuk kategori ini ialah opioda tanaman ganja, dan kokain. Menurut UU R.I No. 5/1997 tentang Psikotropika, yang dimaksud dengan psikotropika ialah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetik, bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

UU Narkotika (pasal 45) dan UU Psikotropika (pasal 37) menyebutkan bahwa pecandu/pengguna narkotika dan psikotropika wajib menjalani pengobatan dan/atau perawatan.
Dalam Ilmu Kedokteran Forensik, narkotika dan obat pada umumnya digolongkan sebagai racun, sebab bila zat tersebut masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan reaksi biokimia yang dapat menyebabkan penyakit atau kematian. Penyakit atau kematian itu tentunya bergantung pada takaran (dosis), cara pemberian, bentuk fisik dan struktur kimia zat, serta kepekaan korban. Kepekaan korban dipengaruhi pula pada usia, penyakit terdahulu atau yang bersamaan, kebiasaan, keadaan hipersensitif tertentu, dan sebagainya.

Narkotika masuk ke dalam tubuh koban dapat akibat unsur kesengajaan ataupun kebetulan. Kesengajaan dapat akibat ulah orang lain (penganiayaaan atau pembunuhan) maupun akibat ulah diri sendiri (penyalahgunaan atau usaha bunuh diri). Sedang unsur kebetulan dapat terjadi akibat kecelakaan industri, keteledoran dalam rumah tangga, kesalahan pengobatan, dan lain-lain.

Opidia mempunyai potensi menimbulkan ketergantungan yang paling kuat bila dibandingkan dengan jenis narkotika lainnya. Golongan opidia terdiri dari turunan opium dan zat sintetiknya, seperti misalnya morpin, diasetilmorfin atau diamorfin (dikenal sebagai heroin, smack, horse, dope), metadon, kodein, oksikodon (percodan, percocet), hidromorfin (dilaidid, levodromoran), pentazosin (talwin), meferidin (demerol, petidin), dan propoksipen (darvon). Turunan opium menjadi sangat beragam dan luas pemakaiannya karena penggunaan medik dan kemajuan ilmu farmakologi. Jenis-jenis opidia yang digunakan dalam dunia kedokteran jarang sekali disalahgunakan karena ketatnya pengendalian dan pemantauan berdasarkan peraturan legal.

Heroin adalah opidia yang paling sering disalahgunakan di dunia dengan penggunaan melalui suntikan. Praktek suntikan ilegal tersebut telah tersebar di lebih dari 80 negara, secara mantap jumlah penggunaan dengan cara suntikan tetap bertahan di negara maju, dan maikn menyebar pada negara-negara berkembang di Asia, Amerika Selatan dan Afrika. Meskipun kematian akibat suntikan heroin relatif kecil, namun perannya dalam penyebaran AIDS sangat menghawatirkan. Di Indonesia heroin dikenal dengan sebutan putaw atau pt. Heroin berbentuk bubuk kristal yang larut dalam air, diperjual belikan secara gelap dalam bentuk paket-paket kecil atau gram-graman.

Faktor Predisposisi Ketergantungan Obat
Alasan atau latar belakang penggunaan zat adiktif berbeda-beda namun biasanya akibat interaksi beberapa faktor. Beberapa orang mempunyai risiko lebih besar menggunakannya karena sifat atau latar belakangnya yang disebut faktor risiko tinggi atau faktor kontributif, yang dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu faktor individu dan faktor lingkungan.

Faktor individu meliputi :
a. Faktor konstitusi (a.l kerentanan sistem neurotransmitter, temperamen bawaan) atau faktor biologik dan genetik. Secara biologik, mekanisme kerja opioid didalam susunan saraf pusat akan diterangkan di bagian lain buku ini. Peran faktor genetik pada ketergantungan opioid belum dapat dibuktikan.
b. Faktor kepribadian, yang mempunyai ciri-ciri tertentu, yaitu :
- impulsif, diekspresikan dalam bentuk tidak dapat menunda keinginan
- tidak mampu mengatasi perasaan-perasaan tidak enak (painful affect; misalnya amarah, rasa bersalah, kecemasan, ketakutan), takut akan kegagalan.
- perasaan rendah diri, tidak mempunyai keyakinan diri yang mantap, kesulitan dalam mengungkapkan perasaan.
- toleransi terhadap frustasi yang rendah
- menghindar dari tanggungjawab tetapi menuntut hak.
- mengalami depresi, baik yang jelas maupun yang terselubung, yang sering disertai kecemasan dan perilaku agitatif yang didasari agresi yang terpendam.

Ciri-ciri itu bercampur dalam variasi yang berbeda antar individu. Bentuk kepribadian tersebut berkembang dan berbentuk melalui gabungan antara pola asuh orang tua pada masa pra-remaja dan faktor konstitusi. Pola asuh dan kehidupan keluarga berpengaruh terhadap pencapaian kematangan pribadi seorang anak sebagai modal untuk memasuki dunia remaja dan dewasa. Kematangan kepribadian dicerminkan oleh taraf kemandirian yang telah dicapai seseorang; taraf kemandirian ini menentukan apakah seorang remaja atau dewasa muda mampu menghadapi tantangan pengaruh globalisasi, tekanan pengaruh teman sebaya, serta apakah mampu mengisi waktu luang secara konstruktif.

Beberapa bentuk pola asuh yang tampaknya berpengaruh negatif terhadap perkembangan kemandirian itu:
- pola asuh yang diwarnai kritik, dominansi dan otoritas yang berlebihan.
- pola asuh yang terlalu melindungi (over protective)
- pola asuh yang konsisten

Ciri-ciri individu penyalah guna zat ialah :
- rasa ingin tahu yang kuat dan ingin mencoba
- tidak bersikap tegas terhadap tawaran/pengaruh teman sebaya.
- penilaian diri yang negatif (low self-esteem) seperti merasa kurang mampu dalam pelajaran, pergaulan penampilan diri atau tingkat/ status sosial ekonomi yang rendah.
- rasa kurang percaya diri (low self-confidence) dalam menghadapi tugas
- mengurangi rasa tidak enak, ingin menambah prestasi
- tidak tekun dan cepat jenuh
- sikap memberontak terhadap peraturan/tata tertib
- pernyataan diri sudah dewasa
- identitas diri yang kabur akibat proses identifikasi dengan orang tua/penggantinya yang kurang berjalan dengan baik, atau gangguan identitas jenis kelamin, merasa diri kurang jantan.
- defresi, cemas, hiperkinetik
- persepsi tidak realistik
- kepribadian dissosial (perilaku menyimpang dari norma yang berlaku)
- penghargaan sosial yang kurang
- keyakinan penggunaan zat sebagai lambang keperkasaan atau kemodernan (anticipatory belief)
- kurang menghayati ajaran agama

Faktor lingkungan meliputi :
- mudah diperolehnya zat adiktif
- tekanan dari teman sebaya
- komunikasi orangtua (ayah-ibu) yang kurang harmonis
- orangtua atau anggota keluarga lainnya menggunakan zat adiktif
- lingkungan sekolah yang tidak tertib
- lingkungan sekolah yang tidak memberi fasilitas bagi penyaluran minat dan bakat para siswanya.

Tingkat Pemakaian Zat Adiktif.
Terdapat beberapa tingkatan pemakaian adiktif, yaitu :
a. Pemakaian coba-coba (experimental use) yang bertujuan hanya ingin mencoba memenuhi rasa ingin tahu. Sebagian pemakai berhenti menggunakannya dan sebagian lain meneruskan.
b. Pemakaian sosial (social use) yang bertujuan hanya untuk bersenang-senang (saat rekreasi atau santai). Sebagian pemakai tetap bertahan pada tahap ini, namun sebagian lagi meningkat ke tahapan selanjutnya.
c. Pemakaian situasional (situasional use) pemakaian pada saat mengalami keadaan tertentu (ketegangan, kesedihan, kekecewaan) dengan maksud menghilangkan perasaan tersebut.
d. Penyalahgunaan (abuse), pemakaian sebagai suatu pola penggunaan yang bersifat patologik atau klinis (menyimpang), minimal satu bulan lamanya, dan telah terjadi gangguan dalam fungsi sosial atau pekerjaannya.
e. Ketergantungan (defendence), telah terjadi toleransi dan gejala putus zat, bila pemakaian zat dihentikan atau dikurangi atau tidak ditambah dosisnya.

Komorbiditas dan Komplikasi
Di antara pasien gangguan penggunaan zat sering terdapat komorbiditas psikiatrik yang sering menyulitkan penanganan pasien tersebut terutama kelainan dengan gejala perilaku agresif antara lain skizofrenia (agitasi dan paranoia), mania (kemarahan dan paranoid), depresif psikotik (keinginan/usaha bunuh diri atau orang lain/anggota keluarga), retardasi mental, conduct disorder pada anak-anak karena hilangnya pengendalian impuls, gangguan kepribadian (terutama borderline dan antisosial)

Kondisi fisik pasien perlu diperhatian (termasuk pemeriksaan laboratorium lengkap) terutama apabila ditemukan perilaku agresif dengan kemungkinan adanya kelainan medik a.l hipertiroidisme, AIDS, tumor otak, ketidak seimbangan elektrolit, hipoksia, uremia, defisiensi vitamin B12 dan lain-lain.

Sering terjadi komplikasi medik akibat penggunaan zat adiktif yang bisa disebabkan oleh :
- kelebihan dosis yang dapat berakibat fatal;
- bahan pencampur atau pelarut yang bersifat racun bagi tubuh pada pemakaian secara parental;
- prosedur menyuntik yang tidak steril dapat menyebabkan sepsis, abses, hepatitis, dan infeksi HIV / AIDS;
- pola hidup yang kurang menjaga kebersihan diri dan tidak memperhatikan gizi antara lain penyakit kulit, karies dentis, anemia.

Komplikasi medik yang khas untuk setiap jenis zat :
- opioida : obstipasi kronik, gangguan menstruasi, dan impotensi
- ganja : bronkhitis, imunitas seluler menurun sehingga mudah terserang penyakit infeksi, aliran darah koroner diperburuk, fungsi kognitif terganggu.
- kokain : ulserasi/perforasi septum nasal, aritmia kordis, malnutris anemia.
- amfetamin : pendarahan intrakranial, aritma kordis, malnutrisi anemia
- alkohol : gastritis, perlemakan hati, sirosi hepatis, kanker saluran cerna, kardiomiopati, gangguan metabolisme lemak, karbohidrat dan protein, cacat bawaan pada janin.
- inhalasia : toksis terhadap hati, otak, sumsum tulang, ginjal, dan otot jantung.

Beberapa Batasan
Beberapa istilah yang sebaiknya diketahui antara lain :
1. Zat psikoaktif :
adalah obat, bahan atau zat yang apabila masuk ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan kesadaran, aktivitas mental emosional, cara berfikir, persepsi dan perilaku seseorang (kini disebut NAZA, NAPZA, narkoba)


2. Penyalahgunaan zat (sunstance abuse)
adalah penggunaan zat oleh seseorang secara berlebihan, bukan untuk tujuan pengobatan (tanpa petunjuk dokter), sehingga menimbulkan hendaya atau hambatan dalam kehidupan sosial, sekolah dan pekerjaan.


3. Ketergantungan zat (substance dependence)
ialah terdapatnya ketergantungan fisik terhadap zat, yang ditandai oleh adanya toleransi dan gejala-gejala putus zat.


4. Ketergantungan psikologik (craving)
ialah suatu keadaan yang menimbulkan perasaan puas dan nikmat sehingga mendorong seseorang untuk mengulang kembali untuk mendapatkan sensasi tersebut dan menimbulkan perasaan tidak senang bila menghentikan pemakaiannya.


5. Sindroma putus zat (withdrawal)
tanda atau gejala berupa keluhan fisik yang spesifik yang timbul setelah dilakukan penghentian atau pengurangan zat yang sebelumnya digunakan secara teratur oleh individu.


6. Intoksikasi/keracunan
kondisi fisik dan perilaku abnormal akibat penggunaan zat yang dosisnya


7. Toleransi
adalah peningkatan jumlah pemakaian zat yang semakin lama semakin banyak, untuk mendapatkan efek yang sama.

Banyak sekali jenis obat-obatan yang beredar dan gampang didapat dijalanan dari seorang pengedar (Bandar/BD) yang nongkrong ditempat-tempat tertentu bahkan teman mainpun dapat menawarkan zat-zat tersebut.
Awalnya diberikan secara gratis sampai pengguna Napza menjadi kecanduan, akhirnya mereka harus membeli sendiri dan harus.. harus.. harus… sehingga muncul budaya kriminalitas (berbohong) manipulasi, mencuri, menggadai barang, merampok).

Heroin
- Nama beken : Putaw, putih, bedak, pete, etep, white
- Jenis-jenis : banana, snow white
- Bentuk penampilan : berbentuk seperti bedak, berwarna putih dan dijual di dalam kertas (paketan)
- Cara pakai : disedot melalui hidung (inhalasi), diseot melalui mulut (ngedrag), suntikan intra vena (kipe/nyepet/cucaw)
- Efek setelah pakai : mata sayu, muka pucat tidak konsentrasi, hidung gatal, mual-mual (bagi pemula) mengantuk, bicara tidak jelas dan cadel, menjadi pendiam.
- Efek negatif : Badan jadi kurus karena kurang nafsu makan, sulit berfikir, susah untuk konsentrasi, menjadi pemarah, sangat sensitif, gangguan fungsi lever dan ginjal, dapat menyebabkan kelumpuhan, vertigo bahkan kematian bila over dosis
- Gejala putus : Mata berair, hidung berair, mual-mual, perut sakit, bulu kuduk berdiri (merinding), keringat keluar secara tak wajar, mulut mengucap, sukar tidur, merasa sangat kedinginan, nyeri otot (kejang) dan nyeri tulang belulang, nyeri kepala, mudah marah emosional.

Cannabis
- Nama beken : cimeng, rumput atau grass, hash, mariyuana
- Jenis-jenis : budha stick, ganja, hashis (minyak/lemak ganja)
- Bentuk penampilan : berbetuk daun kering yang sudah dirajang kering dan ditempatkan (biasanya) dalam sebuah amplop kecil berukuran 25 x 15 cm.
- Cara pakai : dilinting seperti rokok dan dihisap, dimakan
- Efek setelah pakai : Kantung mata membengkak dan merah, bengong, pendengaran berkurang, susah berfikir/konsentrasi, perasaan menjadi gembira dan selalu tertawa untuk hal-hal yang tidak lucu, pandangan kabur, ingin tidur terus, nafsu makan besar.
- Efek negatif : perasaan tidak tenang, rasa gelisah & panik, cepat marah, kebingungan depresi, halusinasi, gangguan dalam menilai realitas.

Ectasi
- Nama beken : kancing, I, Inex
- Jenis-jenis : Electric, Buterfly, Bon Jovi, Madona, Gober, dll
- Bentuk penampilan : berbentuk pil/kapsul
- Cara pakai : dikunyah, dikulum, ditelan dengan air mineral
- Efek setelah pakai : Energik, mata sayu, muka pucat, rasa pusing, detak jantung yang cepat, hilang nafsu makan.
- Efek negatif : syaraf otak rusak, dehidrasi, liver rusak dan fungsi tidak baik tulang dan gigi keropos, syaraf mata rusak, waktu tidur terganggu dan selalu

Shabu-Shabu
- Nama beken : Ubas, SS, mecin
- Jenis-jenis : Gold silver, coconut, crystal
- Bentuk penampilan : bola kristal sebesar batu ketikil yang berbentuk serbuk
- Cara pakai : dibakar diatas alumunium foil udara dihisap melalui alat yang disebut bong (botol dengan beberapa sedotan)
- Efek setelah pakai : bersemangat, tidak bisa diam, selalu gembira tidak ingin makan, tidak bisa tidur
- Efek negatif : Paranoia, otak sulit berfikir dan konsentrasi, kesehatan terganggu karena dapat menyerang fungsi lever dan darah, waktu tidur terganggu dan tidak nafsu makan.
- Gejala putus : Cepat marah, tidak tenang, cepat lelah, tidak bisa berfikir baik dan jadi tidak bersemangat, defresif, ide mencelakakan/membunuh diri sendiri atau orang lain.